Selasa, 15 Februari 2011

95% Potensi Kayu Putih Ada Di Kabupaten Merauke

Kualitas Minyak Kayu Putih yang diproduksi oleh masyarakat di Kabupaten Merauke memiliki kandungan Xinol yang cukup tinggi bahkan telah tersertifikasi secara nasional. Tak heran, industri kayu putih menjadi primadona bagi Papua dan potensi tersebut 95% berada di Kabupaten Merauke. Namun yang menjadi persoalan adalah bagaimana komitmen berbagai pihak untuk bersinergi dalam satu pemikiran bersama dalam penyediaan bahan baku. Karena, bahan baku itu terbatas hanya disediakan di Taman Nasional Wasur ditiga lokasi saja yaitu di Sota, Yanggandur dan Rawa Biru.

Demikian disampaikan Direktur WWF Sahul Papua Regio Merauke, Marco Wattimena ketika dikonfirmasi disela-sela Semiloka Peningkatan Partisipasi Para Pihak Pendukung Pengembangan Industri Penyulingan Kayu Putih dan Pengembangan NTFP Lainnya Sebagai Green & Fair Product, berlangsung di Caffe Belafiesta Merauk, kerjasama Disperindagkop Kabupaten Merauke, YWL dan WWF Merauke (31/7). Dikatakan Marco,permintaan pasar akan kayu putih Kabupaten Merauke cukup tinggi, sehingga jika tidak diimbangi dengan kerja terpadu maka akan sangat sulit untuk memenuhi permintaan pasar yang rata-rata 2000 – 3000 liter dalam sekali pengiriman untuk diekspor ke China. “Kita juga ingin melihat lewat kegiatan ini apakah ada komitmen dan proses yang akan kita bangun di Kabupaten Merauke bahwa kayu putih bisa menjadi primadona tapi kita juga ingin menggali hasil hutan bukan kayu (HHBK) lain yang bisa dikembangkan supaya program unggulan bisa jalan," tutur Marco.

Marco tak memungkiri, selama mengembangkan usaha kayu putih pada masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Wasur yang telah mencapai 10 – 15 tahun itu, pihak YWL maupun WWF menghadapi berbagai kendala, diantaranya adalah minimnya dana untuk operasional lapangan guna mendampingi masyarakat. Jika adapun, itu merupakan perputaran uang dari hasil pembelian sehingga sangat tidak memungkinkan untuk melakukan suatu pendampingan yang kontinyu dan perbaikan mutu. Sehingga pihaknya membutuhkan pemikiran yang lebih baik untuk memperoleh dana konstan sehingga proses pendampingan dari penyulingan kayu putih tetap berjalan.

Satu hal yang dilematis dirasakan saat ini adalah, di satu sisi pemerintah masuk dengan banyak program ke wilayah kampung sehingga membuat masyarakat terlena. Sementara budaya meramu yang masih melekat, membuat masyarakat merasa cukup dengan bantuan-bantuan berupa Raskin dan BLT. “Jika masyarakat merasa tercukupi dengan bantuan itu maka mereka tidak mau lagi menyuling karena merasa tidak perlu menambah kas lagi untuk bisa hidup. Perubahan pola pikir dari meramu ke produksi yang seharusnya kita tumbuhkan," ujar Marco.

Kendati demikian, dirinya tetap optimis, masyarakat masih tetap menyuling dan proses tersebut dapat dilakukan oleh masyarakat diluar kawasan TNW seperti kampung-kampung yang sudah dibina oleh dinas perindustrian, sehingga pasokan minyak kayu putih dapat dari luar sehingga stok yang dbutuhkan dapat memenuhi target pasar. Untuk pengembangan minyak kayu putih ke depan, pihaknya pun akan bekerjasama dalam pengembangannya dengan yayasan SETARA yang bergerak disektor perekonomian masyarakat non kayu. (drie/Merauke)

Sumber :
http://tabloidjubi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2365:95-potensi-kayu-putih-ada-di-kabupaten-merauke&catid=42:seputar-tanah-papua&Itemid=65

http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/gcce/com_empowerment/greenandfairproducts/resources/?19844/95-potensi-kayu-putih-ada-di-Kabupaten-Merauke

Tidak ada komentar:

Posting Komentar